Eco Green Campus
Tulisan ini muncul ketika salah satu teman mengangkat isu green campus di status atau komentarnya. Kata hijau atau green dalam suatu teknologi ataupun yang menyangkut aktivitas kehidupan bisa disamakan dengan keselarasan dengan lingkungan yang jangka panjangnya adalah suatu siklus tanpa mengakibatkan bencana yang bisa merugikan kehidupan di dunia. akhir-akhir ini (pada saat tulisan ini dibuat, Januari 2014) di Indonesia terjadi bencana di beberapa wilayah, seperti Letusan Gunung Sinabung, banjir bandang di Menado, banjir di pantura yang berdampak pada tertutupnya akses transportasi jalan negara, serta yang paling menghebohkan adalah banjir tahunan di ibukota. Dampak dari bencana tersebut adalah (katanya pada) aktivitas perekonomian yang menjadi lesu atau dengan bahasa lainnya akan terjadi inflasi dan menurunkan angka pertumbuhan pembangunan atau ekonomi (tetapi tulisan ini tidak akan membahas masalah ekonomi).
Kembali pada green campus, yang juga salah satu upaya untuk menyelaraskan kehidupan kampus lebih berwawasan lingkungan. Berdasarkan pengalaman di salah satu kampus negara lain, ada beberapa langkah yang mungkin cukup baik. Alangkah baiknya jika kampus sebagai tempat (yang katanya) idealisme diperjuangkan bisa menerapkan ilmu-ilmu meskipun dalam skala yang kecil, bukan sebagai gudang kertas atau pun arsip yang hanya berupa album kenangan. Beberapa hal yang mungkin bisa diterapkan adalah unit-unit kecil sebagai miniatur aktivitas kehidupan sekaligus sebagai tempat pembelajaran dosen, mahasiswa serta sangat dianjurkan masyarakat luar kampus.
1. Unit Pengolahan Limbah
Disadari atau tidak, seringkali kegiatan perkuliahan akan menghasilkan sampah atau limbah yang perlu untuk dikelola. Mungkin jika dihitung secara ekonomi tidak efisien, namun apabila digunakan sebagai praktek pendidikan maka nilai ekonominya tidak akan terkira untuk diinvestasikan dalam unit ini. Khusus untuk laboratorium perlu dilakukan pemisahan limbah kimia dalam jerigen/tempat tertentu dan diberi kode yang selanjutnya bisa disetorkan ke unit pengolahan.
Gambar 1. Petunjuk pengumpulan limbah laboratorium
Seperti gambar di atas yang dipasang hampir di setiap ruang laboratorium mengenai sisa penggunaan bahan kimia dengan kandungan tertentu harus dikumpulkan dalam tempat golongan tertentu. Seperti pengalaman yang sudah dialami, saat selesai melakukan analisis bahan organik tanah, menggunakan bahan kimia yang mengandung kromium (Cr) dan besi (Fe), maka sisanya ditampung pada jirigen dengan kode A yang nantinya (biasanya setahun sekali dilakukan pembersihan laboratorium oleh mahasiswa secara bersama) dikirim ke unit pengolahan limbah.
2. Panel surya dan pembangkit listrik alternatif
Listrik di kehidupan sudah seperti udara untuk pernafasan mahluk hidup, khususnya di negara maju seperti Jepang. Berdasarkan pengalaman, beberapa gedung memasang panel surya untuk memasok kebutuhan listrik di instansi-nya, meskipun kecil namun, hal ini membuktikan kepedulian mengenai lingkungan. Seperti halnya di Gifu University, pada gedung perpustakaan dipasang panel surya yang daya listriknya bisa diketahui pada semacam panel board
Gambar 2. Panel surya di Museum Minamata, Jepang
Gambar 3. Panel board (di salah satu pabrik) mengenai jumlah energi surya yang bisa diubah menjadi listrik
Gambar 4. Pembangkit listrik tenaga angin di Museum Minamata, Jepang
Pemanfaatan biogas untuk energi alternatif juga sangat penting. Teknologi ini sebenarnya sudah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia. Biogester bisa dimanfaatkan untuk pemanfaatan gas sebagai sumber kalor (=kompor) serta juga bisa untuk penerangan (lampu).
Gambar 5. Gambar biogester di salah satu wilayah lereng Merapi, DIY
Gambar 6. Pemanfaatan gas hasil biogas untuk kompor
3. Eco buliding
Bangunan merupakan salah satu sarana utama sebagai tempat untuk melakukan aktivitas. Bangunan yang ramah lingkungan merupakan bangunan yang sedikit menggunakan konsumsi energi atau bahkan bisa menyuplai energi baik berupa listrik atau pun air. konsumsi yang biasa digunakan adalah penggunaan lampu sebagai penerangan . Penggunaan sensor cahaya dan gerak yang secara otomatis akan memutuskan aliran listrik jika tidak digunakan dalam hitungan menit tertentu. Selain itu juga penggunaan sensor penyiraman air di kran atau urinoir yang sangat efektif, namun untuk kebutuhan lebih tepat (khususnya untuk urinoir pria) seperti ada ada di bandara Soekarno Hatta yang juga ada tombol manualnya untuk penyiramannya.
4. Paper less
Kertas sangat penting untuk aktivitas, namun dengan kemajuan teknologi, penggunaan kertas bisa dikurangi (paper less), walaupun juga tidak bisa dihilangkan. Pengurangan penggunaan kertas bisa dilakukan dengan perbaikan sistem yang mengurangi jumlah form atau blangko dalam pengurusan syarat atau perizinan. Disamping itu juga dalam ukuran bisa direduksi untuk mengurangi pemakaian kertas (satu halaman ukuran A4 bisa dibagi-bagi).
Hal yang lebih penting adalah penggunaan halaman bolak-balik untuk kertas. Kebudayaan birokrasi di Indonesia, umumnya masih menggunakan satu lembar kertas hanya untuk satu halaman saja. akan lebih baik menggunakan kertas A4 80 g atau 90 g namun bolak baik dibandingkan kertas A4 70 g tetapi cuma untuk satu halaman. Dari segi ekonomi juga lebih efisien bukan?
5. Pembatasan kendaraan bermotor
Kendaraan bermotor merupakan salah satu penyumbang emisi. Pembatasan kendaraan bermotor seperti halnya yang dicetuskan pemimpin DKI mungkin bisa diterapkan di kampus. Seperti halnya pengalaman di universitas lain, kendaraan yang bisa masuk ke dalam kampus hanya yang memiliki kartu (ukuran sekitar A5) yang dikeluarkan setiap awal tahun ajaran. Yang bisa memperoleh adalah mahasiswa tingkat master dan doktor (dengan persetujuan dari dosen pembimbingnya) serta dosen dan karyawan universitas. Jika ada tamu atau kebutuhan lain, disediakan pos khusus untuk memperoleh kartu ijin yang berlaku untuk sehari. Penggunaan alat transportasi bebas emisi atau kendaraan listrik akan lebih baik bisa diterapkan di kampus-kampus. Hal ini juga akan memacu pengembangan pengetahuan dan teknologi.
Mungkin pada awalnya program-program tersebut akan menyusahkan, karena belum terbiasa bagi civitas, namun jika tidak dimulai maka tidak akan pernah berjalan.
Kalau bukan kita, siapa lagi?